PASUNDAN POST | CIANJUR — Gugatan Ayi Rustandi ke Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Cianjur atas dugaan menghilangkan dokumen jaminan berupa surat hak milik (SHM) yang disimpan di bank tersebut, kemarin telah diputuskan Pengadilan Agama Cianjur, Jawa Barat.
Hasil putusannya, Pengadilan Agama Cianjur, Jawa Barat menolak eksepsi para tergugat dan mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian.
"Menyatakan bahwa Tergugat I dan Tergugat II telah melakukan perbuatan melawan hukum. Menghukum Tergugat I untuk membayar kerugian kepada Penggugat sebesar Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) secara sekaligus dan cash setelah putusan ini," kata Hakim dalam putusannya, kemarin.
Tak hanya itu, dalam amar putusannya Hakim juga menghukum Tergugat I dan II untuk mengganti dan menerbitkan sertifikat baru pengganti atas Sertipikat Hak Milik Nomor 200/ Cipurut seluas 1.885 M2 atas nama Lusi Herawati yang hilang.
Yang menarik, Hakim juga menghukum Tergugat I untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari dari setiap keterlambatan yang diserahkan secara langsung kepada Penggugat, apabila Tergugat I dan Tergugat II lalai memenuhi Putusan ini.
Menanggapi hal ini, Ayi Rustandi melalui Kuasa Hukum-nya, M. Alfi Rizky Illahi SH, kepada media ini menyatakan belum puas. Pasalnya, dalam tuntutannya, pihaknya minta ganti rugi sebesar Rp. 15 miliar.
"Oleh sebab itu, kami tengah mempertimbangkan langkah hukum secara pidana," kata Alfi Rizky Illahi, saat dikonfirmasi pada Kamis, (30/10).
Menurutnya, sertifikat jaminan yang hilang di bank dapat berimplikasi pidana dan perdata, jika kelalaian terjadi dari pihak bank.
"Tindakan pidana dapat dikenakan berdasarkan dugaan penggelapan dan pengrusakan barang milik orang lain (nasabah). Hal itu sesuai dengan pasal 372 KUHP dan pasal 486 UU 1/2023. Jadi jangan hanya nasabah saja disanksi ketika telat bayar aset disita, sebaliknya jika bank lalai mereka juga harus tanggung jawab," tegas Alfi.
Mengutip pasal 372 KUHP, Ia menyebutkan kliennya (nasabah BSI) dapat melaporkan pejabat bank yang berwenang atas dugaan tindak pidana penggelapan, karena bank tidak mengembalikan sertifikat yang sudah seharusnya dikembalikan kepada debitur setelah lunas atau karena kelalaian lainnya.
"Atas dasar tersebut, kami mempertimbangkan langkah hukum lainnya, akan melaporkan Direksi BSI ke polisi, insha Allah Jumat (31/10) besok," pungkasnya.
Seperti diwartakan sebelumnya, perseteruan BSI dengan nasabahnya ini berawal dari sertifikat tanah milik kliennya bernama Ayi Rustandy yang dijadikan jaminan utang kredit bank sejak 2021 yang belum dikembalikan pihak bank. Meski hutang tersebut telah lunas.
Beberapa pakar hukum menilai hilangnya sertifikat jaminan akibat kelalaian bank adalah masalah serius yang membawa konsekuensi hukum, baik perdata, administratif, maupun pidana. Bank tidak bisa sembarangan lepas tangan, dan nasabah memiliki hak penuh untuk menuntut keadilan.
"Itu sebabnya, kami segera ambil langkah hukum yang tepat agar kerugian klien kami bisa dipulihkan," tutup Alfi.(R/01)



