Notification

×

Iklan

Iklan

Harga Minyak Dunia Anjlok, Apakah Harga BBM Akan Ikut Turun?

Minggu, 06 Desember 2020 | 21:56 WIB Last Updated 2021-10-05T16:53:24Z
 
Harga Minyak Dunia Anjlok, Apakah Harga BBM Akan Ikut Turun?

Oleh : Yulia Putri Andiani

Pandemik Covid 19 yang disebabkan oleh virus corona baru SARS-CoV-2 telah memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian indonesia, dampak ini bahkan dapat dirasakan hampir di seluruh sektor lini usaha, utamanya bidang perekonomian. 

Pertama kali diumumkan kasusnya di Indonesia pada 2 maret 2020, kasus positif di indonesia hingga 25 oktober 2020 tercatat sebanyak 389.712, kasus aktif 62.649. Kondisi yang berlangsung hampir setengah tahun ini tidak hanya memengaruhi kunjungan wisatawan mancanegara yang menurun, namun juga berdampak terhadap sektor tenaga kerja hingga melemahnya daya beli masyarakat. Salah satunya mempengaruhi kondisi harga minyak dunia yang anjlok. 

Bagaimana harga minyak ditetapkan? Harga minyak mentah dipasaran dunia didasarkan pada penawaran dan permintaan. Karena wabah corona menghentikan sebagian besar kegiatan ekonomi dan kegiatan warga, permintaan minyak turun drastis, dan dengan demikian juga harganya dipasar saham. 

Perusahaan-perusahaan memesan lebih sedikit bahan bakar minyak, contohnya maskapai penerbangan menghentikan pembelian bahan bakar karena pesawat mereka tidak terbang, konsumsi bahan bakar publik juga menciut, karena banyak orang yang tinggal dirumah dan tidak menggunakan kendaraan mereka 

Harga minyak global anjlok di tengah pandemik Covid 19 yang menyebabkan permintaan terus merosot. Patokan harga minyak eropa, yaitu brent crude turun menjadi sekitar $16 (Rp249.248) perbarel di pasar asia, angka terendah selama lebih dari 20 tahun sementara di amerika serikat harga turun di bawah nol untuk pertama kalinya. 

Meski pun demikian, harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia belum tentu bisa turun.

Harga minyak dunia memang secara umum menjadi salah satu faktor penentu harga BBM di indonesia. Namun, minyak yang dimaksud itu hanyalah minyak mentah yang merupakan bahan baku untuk membuat BBM di Indonesia. 

Pertamina menggunakan minyak tersebut untuk diolah lebih lanjut di kilang hingga menghasilkan BBM produk hasil tersebut baru akan tersedia bagi masyarakat dalam waktu beberapa bulan, sementara harga minyak yang berlaku adalah pada saat pembelian.

BBM hasil kilang lalu di distribusikan ke seluruh penjuru indonesia, jadi sebenarnya BBM yang dinikmati di SPBU saat ini merupakan crude yang didapatkan pertamina kurang lebih dua bulan yang lalu atau bahkan lebih.

Penetapan harga BBM yang harus ditetapkan oleh pemerintah, ditentukan oleh faktor lain termasuk nilai tukar rupiah terhadap dolar. Hal tersebut adalah karena minyak dibeli dengan kurs dolar dan dijual ke masyarakat dalam harga rupiah. 

Secara global, permintaan minyak mengering akibat ‘lockdown’ yang berlangsung di seluruh dunia dan memperlambat pergerakan masyarakat secara drastis. Konsumsi minyak dunia itu sudah turun paling tidak sepertiganya, karena minimnya aktivitas ekonomi, kegiatan transportasi. Ketika permintaan minyak itu menurun dengan cepat, 30-40 persen, penurunan permintaan itu tidak diikuti dengan penurunan produksi minyak.

Harga BBM di Indonesia itu tidak sepenuhnya ditentukan oleh pasar, melainkan diatur oleh pemerintah. Kebijakan ini yang menetapkan BBM tersedia dengan satu harga di seluruh indonesia, untuk menjaga daya beli masyarakat. 

Penurunan konsumsi BBM pasti cukup drastis dan dengan mobilitas yang melambat, sebenarnya penurunan harga tidak banyak memberikan manfaat, tapi juga kalau harga turun  tentunya mereka yang menggunakan kendaraan bermotor bisa membayar harga bahan bakar dengan lebih murah, tapi secara akumulatif tidak membawa banyak dampak pada pengeluaran rumah tangga. 

Apa sich dampak anjloknya harga minyak terhadap negara?

Bagi Indonesia sebagai negara yang banyak melakukan impor minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM), penurunan harga minyak bisa berdampak positif sekaligus negatif.

Sebagai importir minyak (negara yang lebih banyak mengimpor minyak ketimbang ekspornya), Indonesia seharusnya bisa diuntungkan dengan turunnya harga minyak dunia. 

Nilai impor minyak semestinya akan turun, sehingga dapat menekan biaya produksi energi. Artinya, harga energi terutama bahan bakar minyak (BBM) untuk konsumsi publik dan industri akan lebih rendah. Penurunan harga BBM diharapkan dapat memberikan stimulus ekonomi dan meningkatkan daya beli masyarakat di tengah ketidakpastian ekonomi karena efek Covid-19.

Semua produk BBM baik nonsubsidi maupun yang bersubsidi diharapkan bisa turun harganya. Harga BBM yang terjangkau dapat membantu sejumlah sektor, khususnya dalam menghadapi pandemik Covid-19.

Penurunan harga energi bergantung pada seberapa cepat pemerintah dan pertamina merespon penurunan harga minyak global dalam perhitungan harga energi. Pemerintah memang harus melihat pertimbangan lain dalam menghitung skema harga BBM. Termasuk didalamnya faktor pelemahan kurs rupiah jika melewati Rp16.000 per dolar AS dan harga rata rata minyak mentah indonesia (ICP). 

Kondisi itu tentu bakal menjadi pertimbangan penting bagi pemerintah dan produsen BBM dalam menghitung dampaknya secara ekonomi makro. Tetapi jika penurunan harga minyak tidak cepat ditransmisikan ke harga BBM dalam negeri, maka momentum untuk memanfaatkan dampak positif rendahnya harga minyak akan hilang. 

Dampak positif dari penurunan harga minyak terkait belanja subsidi energi yang bisa semakin rendah, khususnya untuk BBM. dari sisi fiskal pemerintah dapat memangkas beban subsidi energi yang dalam APBN 2020 kisarannya mencapai Rp137,5 triliun. Pemangkasan beban subsidi energi ini dampaknya akan bagus untuk kesehatan fiskal atau APBN. 

Keinginan pemerintah untuk melakukan penyesuaian anggaran atau anggaran penerimaan dan belanja negara (APBN) perubahan, sudah tepat. Berbagai target makro seperti harga minyak, lifting minyak dan subsidi energi mau tak mau harus dirasionalisasi, menyesuaikan dengan perkembangan situasi terkini 

Sementara pada sisi lain, jatuhnya harga minyak berpotensi menurunkan pendapatan pemerintah. Minyak sampai sekarang masih menjadi salah satu sumber pendapatan utama dalam APBN baik dalam bentuk penerimaan pajak, bagi hasil minyak dan pendapatan lainnya yang diperoleh pemerintah daerah. 

Sejumlah ekonomi mengingatkan perlunya pemerintah juga mewaspadai, jika penurunan harga minyak berlangsung cukup lama. Sebab, penurunan harga minyak tiap 1 dolar AS bisa memangkas pendapatan negara dari ekspor minyak sebesar Rp4-5 triliun. 

Sementara patokan ekspor minyak dalam APBN 2020 di angka 63 dolar AS per barel, jauh dari harga riil saat ini. Kondisi ini akan membuat kemampuan fiskal pemerintah semakin terbatas, terutama jika ingin melakukan kebijakan stimulus ekonomi. 

Anjloknya harga minyak dunia yang mendekati angka 20 dolar AS per barel juga dapat menyulitkan industri migas dalam negeri mengejar target produksi minyak siap jual (lifting) dalam APBN. 

Jika harga minyak rendah berlangsung cukup lama akan membuat industri hulu migas berpikir ulang melakukan kegiatan investasi dan produksi karena proyek menjadi tidak ekonomis. 

Kalau pun proses produksi migas bisa dilakukan, mungkin dengan margin yang menipis. Pencapaian target lifting minyak Indonesia akan sangat bergantung pada seberapa lama kondisi harga minyak yang lemah akan bertahan. 

Oleh karena itu, pemerintah tetap perlu memberikan sejumlah insentif bagi kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) termasuk pertamina untuk tetap menjaga investor sektor hulu di tengah penurunan harga minyak dunia. Misalnya dalam hal relaksasi perpajakan, kemudahan pengurusan perizinan dan pembebasan lahan. Selain itu, membenahi berbagai regulasi yang menghambat investasi di sektor hulu migas.

Oleh : Yulia Putri Andiani

Penulis adalah Mahasiswi Universitas Nusa Putra 
×
Berita Terbaru Update