Notification

×

Iklan

Iklan

Siapa Penjaga Nurani PDI-P Di Jawa Barat?

Minggu, 28 Desember 2025 | 15:46 WIB Last Updated 2025-12-28T08:46:14Z

Jika Jawa Timur adalah medan dan Jawa Tengah adalah kosmologi, maka Jawa Barat adalah luka sejarah.

Luka kolonial, luka industrialisasi, luka pasar yang terlalu cepat masuk ke kampung-kampung. Sejak masa Tanam Paksa, Priangan telah menjadi ruang eksploitasi ekonomi paling awal dan paling sistematis di Nusantara. Watak wilayah ini membentuk rakyat yang sensitif terhadap ketidakadilan keras bila ditekan, kritis bila dikhianati.

Karena itu, penempatan figur advokat rakyat sebagai pemimpin Jawa Barat bukan kebetulan. Dalam pembacaan kebudayaan Nusantara, ia bukan senopati, bukan pula pujangga istana. Ia adalah jurubicara penderitaan sosial, sosok yang mengubah luka kolektif menjadi bahasa politik dan hukum.

Jika Said Abdullah menjaga barisan, dan Dolfie Palit menjaga arah, maka Jawa Barat dijaga oleh nurani.

Politik sebagai Kesaksian

Dalam tradisi Nusantara, selalu ada peran panutur, orang yang bersuara ketika yang lain dibungkam. Dari kisah-kisah rakyat, dari babad, hingga sastra lisan, tokoh ini hadir bukan untuk memerintah, melainkan mengingatkan kekuasaan pada batas moralnya.

Peran itulah yang kini dijalankan di Jawa Barat: advokasi buruh, pembelaan terhadap rakyat kecil, dan keberanian membawa konflik sosial ke ruang negara. 

Penderitaan struktural tidak dibiarkan menjadi statistik, tetapi diterjemahkan menjadi perjuangan hukum dan kebijakan. Inilah inti Marhaenisme: menjadikan negara alat emansipasi, bukan perpanjangan pasar.

Di wilayah yang paling cepat diseret logika kapital, PDI Perjuangan tidak menempatkan teknokrat dingin, melainkan figur empatik yang berpihak secara terbuka. Ini menegaskan satu hal mendasar: politik bukan sekadar soal menang, tetapi tentang siapa yang dibela.

Tiga Wilayah, Tiga Fungsi Peradaban

Dengan demikian, Pulau Jawa dalam strategi PDI Perjuangan membentuk tiga poros kebudayaan politik:

* Jawa Timur (Said Abdullah)
  Disiplin, konsolidasi, keteguhan barisan—warisan senopati Nusantara.

* Jawa Tengah (Dolfie Palit)
  Kesadaran ideologis, arah kebijakan, rasionalitas negara, warisan pujangga dan kosmologi kekuasaan.

* Jawa Barat
  Nurani sosial, pembelaan rakyat kecil, suara luka sejarah, warisan panutur dan rakyat yang menolak diam.

Inilah arsitektur Marhaenis kontemporer yang digerakkan oleh kecerdasan strategi Sekjen Hasto Kristiyanto: membaca wilayah bukan dengan satu rumus teknokratis, melainkan dengan ingatan sejarah dan kebudayaan.


Bung Karno tidak pernah membayangkan politik sebagai teknik kosong. Ia memandangnya sebagai jalan pulang bangsa kepada dirinya sendiri, kepada rakyat kecil, kepada sejarah, kepada kebudayaan.

Dan dalam konfigurasi barisan yang rapi, arah yang jelas, dan suara nurani yang berani, PDI Perjuangan sedang menghidupkan kembali pandangan itu: bahwa kekuasaan tanpa nurani adalah kekerasan, bahwa ideologi tanpa disiplin adalah ilusi, dan bahwa pembelaan rakyat tanpa struktur akan mudah dipatahkan.

Sebagaimana Bung Karno menulis dengan napas kebudayaan:

"Aku tidak mewariskan abu, tetapi mewariskan api."

Api itu hari ini menyala dalam strategi, kesadaran, dan keberpihakan. Selama api itu dijaga, politik Nusantara tidak akan kehilangan jiwanya.(sa/by)

×
Berita Terbaru Update