Notification

×

Iklan

Iklan

Fakta Baru Tewasnya Siswa SMPN 1 Ciambar Sukabumi, Pekat IB: Diduga Ada Kelalaian Pengawasan

Senin, 24 Juli 2023 | 19:09 WIB Last Updated 2023-07-25T11:03:27Z

PASUNDAN POST ■ SUKABUMI  - Peristiwa tewasnya seorang siswa SMP saat mengikuti kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) di Sungai Cileuleuy, Kampung Selaawi Girang, Desa Cibunarjaya, Kecamatan Ciambar, Kabupaten Sukabumi terus bergulir dan menjadi sorotan publik.

Kapolres Sukabumi AKBP Maruly Pardede membenarkan bahwa jenazah yang ditemukan di Sungai Cileuleuy adalah peserta MPLS, siswa SMPN 1 Ciambar. 

"Jenazah yang ditemukan merupakan bagian dari peserta MPLS siswa SMPN 1 Ciambar. Kejadian ini terjadi di Sungai Cileuleuy, Kampung Selawi Girang, Desa Cibunarjaya, Kecamatan Ciambar, Kabupaten Sukabumi," katanya, hari ini (24/7).

Terkait hal ini, Ia menjelaskan, pihak kepolisian telah melakukan pengumpulan keterangan dari tiga orang saksi yang sebelumnya dimintai keterangan oleh pihak panitia kegiatan MPLS. 

Guna mengungkap tragedi yang masih misteri ini, pihak kepolisian telah membentuk Tim PPA Satreskrim Polres Sukabumi, untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut.

"Tujuan penyelidikan ini adalah untuk mengetahui apakah ada indikasi tindak pidana, baik kelalaian maupun kesengajaan, yang berperan dalam peristiwa tersebut," imbuh Kapolres.

Sementara Paman korban, Wawan (45 tahun) menjelaskan bahwa benar keponakannya tersebut merupakan Siswa SMPN 1 Ciambar. 

Menurutnya, MAP (13 tahun) saat meninggal dunia tengah mengikuti kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS).

Dari yang ia ketahui, kegiatan MPLS tersebut berlangsung selama seminggu, mulai dari Senin, 17 Juli hingga 23 Juli 2023. Pada hari Jumat, 22 Juli, korban menginap di sekolah dan keesokan paginya bersama teman-temannya mengenali lembah, hutan dan sungai.

"Berawal dari kegiatan pagi, para siswa melanjutkan perjalanan menyusuri sungai Cileuleuy. Saat itu, dikabarkan ada teman korban yang berusaha berenang dan tanpa disangka tenggelam," ujarnya 

Wawan menyatakan korban inisial MAP berusaha menolong temannya, namun nasib malang menimpanya, ia yang akhirnya menjadi korban tenggelam. Teman yang berhasil diselamatkan kemudian memberitahukan keluarga korban dan membawa beberapa barang milik korban pulang," Ungkapnya. 

Wawan menambahkan, keluarga korban, khususnya ibu korban Hera (35 tahun), merasa curiga saat mengetahui anaknya tidak pulang setelah MPLS berakhir. 

"Ibunya bertanya, kemana anaknya, temannya menjawab pergi main dulu. Ibunya merasa curiga, karena anaknya jarang main setelah pulang sekolah," jelas Wawan. 

Menurut Wawan ketidakjelasan dari pihak sekolah yang tidak mengetahui keberadaan korban membuat keluarga mencurigai ada sesuatu yang tidak beres. 

"Mereka mendatangi sekolah dengan membawa saksi yang merupakan teman korban," tuturnya.

Setelah melakukan koordinasi dengan pihak sekolah, bersama dengan warga sekitar, Wawan menyebut warga mulai mencari korban sekitar pukul 12.00 WIB. Hingga pada akhirnya warga insisatif dengan membawa teman korban ke lokasi kejadian sekira pukul 14.00 WIB.

"Meminta saksi menceritakan di mana titik lokasi korban tenggelam. Sampai dengan pencarian membuahkan hasil ketika sekitar pukul 14.30 WIB, korban ditemukan dalam keadaan sudah terbujur kaku dan masih mengenakan seragam pramuka," paparnya.

Wawan menegaskan kejadian ini menimbulkan berbagai pertanyaan mengenai pengawasan dan tanggung jawab pihak sekolah selama kegiatan MPLS. 

"Mengingat usia siswa-siswi SMP termasuk dalam kategori usia belia, seharusnya ada bimbingan yang lebih intensif dari pihak sekolah atau organisasi siswa (OSIS) dalam mengawasi para peserta," terangnya.

"Jika ada guru pembimbing yang hadir, setidaknya akan ada upaya untuk menyelamatkan korban ketika kecelakaan terjadi," imbuhnya.

Masih Berseragam Sekolah

Sementara dalam keterangannya, ibu korban, Hera (35 tahun), menyebutkan saat ditemukan anaknya masih menggunakan seragam sekolah lengkap. Hal ini diperkuat dengan beberapa potongan video saat korban di bopong dan dievakuasi oleh warga.

"Selain itu, Sepatu dan tas anak saya masih di sekolah, belum diambil sampai sekarang," tegasnya.

Sebenarnya, saat peristiwa ini diketahui pihaknya langsung mendatangi sekolah. Sayangnya, tak ada pihak yang bisa menjelaskan yang sebenarnya.

"Saya tanya mana Kepada Sekolahnya, mana gurunya, mana pembinanya, mana ketua osisnya yang mengadakan kegiatan ini?  Ga ada pak, ga ketemu, cuma setelah pemakaman kemudian ada yang datang, katanya dari sekolah," jelasnya.

Melihat fakta-fakta ini, lanjut Hera, Ia berharap Aparat Penegak Hukum (APH) mampu mengungkap peristiwa yang sebenarnya. 

"Apapun dalihnya, anak saya tewas saat masih mengikuti kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS)," pungkasnya.

Diduga Ada Kelalain Pengawasan

Tewasnya MAP (13 tahun), peserta MPLS siswa SMPN 1 Ciambar mengundang keprihatinan Sekda PEKAT-IB DPD Kabupaten Sukabumi Zeffry Subianto. Ia pun kemudian memberi analisis terkait tragedi MPLS ini.

Menurutnya, pada kebanyakan sekolah, biasanya MPLS sepenuhnya dilaksanakan oleh kelompok siswa yang tergabung dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) dengan guru sebagai pihak pengawas, asisten dan pemantau kegiatan selama MPLS berlangsung.

Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) merupakan kegiatan yang wajib diselenggarakan oleh sekolah dan wajib diikuti oleh peserta didik baru.

"Untuk itu, pihak sekolah berkewajiban menyambut dan membantu peserta didik baru untuk beradaptasi di lingkungan sekolah melalui Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) sesuai dengan Permendikbud Nomor 18 Tahun 2016," katanya. 

Sebab itu, lanjut dia, Pelaksanaan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) dilakukan selama 3 hari pada minggu pertama awal tahun pelajaran, di hari sekolah dan di jam pelajaran.

Menurut Zeffry Subianto, dalam rangka penyelenggaraan MPLS Dinas Pendidikan maupun seluruh warga sekolah memegang peranan penting. 

"Jika melihat aturan dalam Permendikbud Nomor 18 Tahun 2016, Dinas Pendidikan kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya wajib mengawasi kegiatan pengenalan lingkungan sekolah dan wajib menghentikan kegiatan MPLS jika terjadi pelanggaran," tandasnya. 

Sedangkan pihak sekolah di bawah kepemimpinan kepala sekolah bertanggung jawab merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan MPLS. Guru, OSIS, MPK, Komite Sekolah, dan siswa dapat dilibatkan untuk menyukseskan penyelenggaraan MPLS.

"Sangat jelas disini, agar MPLS dapat berjalan dengan baik dan terhindar dari risiko yang tidak diinginkan, pihak sekolah wajib mematuhi berbagai ketentuan dan larangan yang berlaku," paparnya. 

Apa saja larangan dan ketentuan dalam pelaksanaan MPLS? 

"Beberapa point Ketentuan Umum, bahwa Perencanaan dan penyelenggaraan kegiatan hanya menjadi hak guru dan dilakukan di lingkungan sekolah, kecuali sekolah tidak memiliki fasilitas yang memadai. Selain itu, dapat melibatkan tenaga kependidikan yang relevan dengan materi MPLS," ujarnya.

Selain itu, ada pula Ketentuan Wajib. Seperti Wajib melakukan kegiatan yang bersifat edukatif dan Wajib menggunakan seragam.

"Dalam pelaksanaannya, dilarang melibatkan siswa senior (kakak kelas) atau alumni sebagai penyelenggara. Dilarang memberikan tugas baru maupun penggunaan atribut yang tidak relevan dengan aktivitas pembelajaran siswa. Dilarang bersifat perpeloncoan, dan Dilarang melakukan pungutan biaya maupun bentuk pungutan lainnya," pungkasnya.

"Nah, berdasarkan hal tersebut, jika terjadi pelanggaran, maka patut diduga ada kelalain pengawasan, apalagi hingga menyebabkan korban jiwa, saya menganalisa ini berpotensi hukum," tegas Zeffry Subianto. (R/01)
×
Berita Terbaru Update